Sabtu, 24 November 2012

Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus



LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

A.    TINJAUAN TEORITIS KASUS
1.      Definisi
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
DM merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dalam makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti dibetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi mikrovaskular yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). DM juga meningkatkan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup insiden infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
2.      Etiologi
a.       Diabetes tipe I:
1)      Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2)      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3)      Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b.      Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1)      Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2)      Obesitas
3)      Riwayat keluarga

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :


1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
3.      Patofisiologi
a.       Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel ? pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

b.      Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
c.       Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.



Path Ways
4.      Manifestasi Klinis
Pendapat Smeltzer, S.C dan Bare (2000 : 1220) manifestasi klinik dari Diabetes Mellitus antara lain :
a.       Glukosuria :           adanya kadar glukosa dalam urin.
b.      Poliuri        :           sering kencing dan diuresis osmotik.
c.       Polidipsi    :           banyak minum akibat dari pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih.
d.      Polifagi      :           banyak makan akibat menurunnya simpanan kalori.
e.       Penurunan berat badan secara drastis karena defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak.
Berdasarkan Tjokroprawiro (1998 : 1) menyebutkan tanda dan gejala diabetes mellitus antara lain :
a.       Trias DM antara lain banyak minum, banyak kencing dan banyak makan.
b.      Kadar glukosa darah pada > 120 mg/dl.
c.       Kadar glukosa 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl.
d.      Glukosuria (adanya glukosa dalam urin)
e.       Mudah lelalh, kesemutan, kulit terasa panas.
f.       Rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk.
g.      Mata kabur, gigi mudah goyah, dan mudah lepas.
h.      Kemampuan sexual menurun, impoten.
5.      Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada DM menurut Donges dkk (2001 : 728) antara lain :
a.       Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl atau lebih.
b.      Aseton plasma (keton) : positif secara metabolik.
c.       Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.      Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mosm/lt
e.       Elektrolit
1)        Natrium          : Mungkin normal, meningkat atau menurun.
2)        Kalium           : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler selanjutnya akan menurut).
f.       Haemoglobin glikosilat : kadarnya melipat 2-4 dari dari normal.
g.      Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h.      Trombosit darah, hematokrit mungkin meningkat atau (dehidrasi / leukositosis, hema konsentrasi, merupakan respon terhadap stres atau infeksi).
i.        Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).
j.        Amilase darah : mungkin meningkat yang mengidentifikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA (Diabetik Keto Asidosis).
k.      Insulin darah mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengidentifikasikan infusiensi insulin atau gangguan dalam penggunaannya (endogen atau eksogen).
l.        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m.    Urin : gula dan aseton positif berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n.      Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
6.      Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1226) ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu :
a.       Diit
b.      Latihan jasmani
c.       Pemantauan
d.      Terapi (jika diperlukan)
e.       Pendidikan
Berdasarkan Engram, B (1998 : 535) penatalaksanaan DM yaitu :
a.       Untuk DM tipe I
Insulin (karena tidak ada insulin endogen yang dihasilkan).
b.      Untuk DM tipe II
Modifikasi diit, latihan dan agen hipoglikemia.
Menurut Long B.C (1996 : 81) pencegahan DM yaitu :
a.       Pencegahan primer
1)      Menghindari obesitas (jika perlu)
2)      Pengurangan BB dengan supervisi medik merupakan fokus utama dalam pencegahan DM tidak tergantung insulin.
b.      Pencegahan sekunder yaitu dengan deteksi DM.




B.     TINJAUAN TEORITIS KASUS KEPERAWATAN
1.      Pengkajian Sesuai Data Fokus
Fokus pengkajian pada penyakit DM menurut Doenges, dkk (2000 : 726)
a.       Aktifitas dan istirahat
b.      Sirkulasi
c.       Integritas ego
d.      Eliminasi
e.       Makanan atau cairan
f.       Neurosensori
g.      Nyeri  atau kenyamanan
h.      Pernafasan
i.        Keamanan
j.        Sexualitas
k.      Penyuluhan
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
b.      Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic
c.       Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
d.      Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
e.       Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
3.      Intervensi Keperawatan
a.      Diagnosa no. 1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1)      Berat badan dan tinggi badan ideal.
2)      Pasien mematuhi dietnya.
3)      Kadar gula darah dalam batas normal.
4)      Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi:
1)      Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2)      Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3)      Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4)      Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5)      Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
b.      Diagnosa no. 2
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic.
Tujuan : kebutuhan cairan dapat terpenuhui.
kriteria hasil :
1)      Nadi perifer dapat diraba
2)      turgor kulit dan pengisian kapiler baik
3)      kadar elektrolitdalam batas normal
Intervensi :
1)      Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
2)      Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
3)      Pertahankan untuk memberikan cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.
Rasional : mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.
c.       Diagnosa 3
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1)      Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
2)      Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3)      Kulit sekitar luka teraba hangat.
4)      Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5)      Sensorik dan motorik membaik
intevensi:
1)      Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2)      Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3)      Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
d.      Diagnosa 4
Resiko terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1)      Berkurangnya oedema sekitar luka.
2)      PUS dan jaringan berkurang
3)      Adanya jaringan granulasi.
4)      Bau busuk luka berkurang.
Intervensi:
1)      Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2)      Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
e.       Diagnosa 5
Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
1)       Pergerakan paien bertambah luas
2)       Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3)       Rasa nyeri berkurang.
4)       Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Intervensi:
1)      Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2)      Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3)      Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4)      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5)      Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

C.    PELAKSANAAN
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.



D.    EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih, Jakarta : EGC, 1999.
2.      Marelli T.M, Buku Saku Dokumentasi Keperawatan edisi 3, Jakarta : EGC, 2007
3.      Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8 Vol 2, Jakarta : EGC, 2002.