LAPORAN
PENDAHULUAN
DIABETES
MELITUS
A.
TINJAUAN
TEORITIS KASUS
1.
Definisi
Diabetes
Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan
menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat
suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
insulin atau keduanya.
DM
merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa
darah (hiperglikemi). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dalam makanan yang dikonsumsi. Insulin,
yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada
diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau
pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini dapat
menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut
seperti dibetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
(HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi
mikrovaskular yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati
(penyakit pada saraf). DM juga meningkatkan insiden penyakit makrovaskuler yang
mencakup insiden infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
2.
Etiologi
a. Diabetes tipe I:
1) Faktor genetic
Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya
respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor
genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor
resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
Keluhan
umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak
ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas.
Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak,
rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik
diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia
lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma
yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
3.
Patofisiologi
a. Diabetes Tipe I
Terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel ? pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsi).
b. Diabetes Tipe II
Terdapat
dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi,
gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan
pandangan yang kabur.
c. Diabetes Gestasional
Terjadi
pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia
terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah
melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal.
Path
Ways
4.
Manifestasi
Klinis
Pendapat Smeltzer, S.C dan Bare (2000 : 1220) manifestasi klinik dari
Diabetes Mellitus antara lain :
a.
Glukosuria : adanya
kadar glukosa dalam urin.
b.
Poliuri : sering kencing dan diuresis osmotik.
c.
Polidipsi : banyak minum akibat dari pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih.
d.
Polifagi : banyak
makan akibat menurunnya simpanan kalori.
e.
Penurunan
berat badan secara drastis karena defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak.
Berdasarkan Tjokroprawiro (1998
: 1) menyebutkan tanda dan gejala diabetes mellitus antara lain :
a. Trias DM antara lain banyak minum, banyak kencing dan banyak makan.
b. Kadar glukosa darah pada > 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl.
d. Glukosuria (adanya glukosa dalam urin)
e. Mudah lelalh, kesemutan, kulit terasa panas.
f. Rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk.
g. Mata kabur, gigi mudah goyah, dan mudah lepas.
h. Kemampuan
sexual menurun, impoten.
5.
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan penunjang pada DM menurut Donges dkk
(2001 : 728) antara lain :
a. Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara metabolik.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mosm/lt
e. Elektrolit
1)
Natrium :
Mungkin normal, meningkat atau menurun.
2)
Kalium : Normal atau peningkatan semu
(perpindahan seluler selanjutnya akan menurut).
f. Haemoglobin glikosilat : kadarnya melipat 2-4 dari dari normal.
g. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah, hematokrit mungkin meningkat
atau (dehidrasi / leukositosis, hema konsentrasi, merupakan respon terhadap
stres atau infeksi).
i.
Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).
j.
Amilase darah : mungkin meningkat yang
mengidentifikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA
(Diabetik Keto Asidosis).
k. Insulin
darah mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal sampai
tinggi (tipe II) yang mengidentifikasikan infusiensi insulin atau gangguan
dalam penggunaannya (endogen atau eksogen).
l.
Pemeriksaan
fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urin : gula dan aseton positif berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
6.
Penatalaksanaan
Medis
Menurut Smeltzer, S.C dan Bare
(2001 : 1226) ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu :
a. Diit
b. Latihan
jasmani
c. Pemantauan
d. Terapi
(jika diperlukan)
e. Pendidikan
Berdasarkan Engram, B (1998 :
535) penatalaksanaan DM yaitu :
a.
Untuk DM tipe I
Insulin
(karena tidak ada insulin endogen yang dihasilkan).
b.
Untuk DM tipe II
Modifikasi
diit, latihan dan agen hipoglikemia.
Menurut Long B.C (1996 : 81) pencegahan DM yaitu :
a.
Pencegahan
primer
1)
Menghindari
obesitas (jika perlu)
2)
Pengurangan
BB dengan supervisi medik merupakan fokus utama dalam pencegahan DM tidak
tergantung insulin.
b.
Pencegahan sekunder yaitu dengan deteksi DM.
B. TINJAUAN
TEORITIS KASUS KEPERAWATAN
1.
Pengkajian Sesuai Data Fokus
Fokus
pengkajian pada penyakit DM menurut Doenges, dkk (2000 : 726)
a. Aktifitas
dan istirahat
b. Sirkulasi
c. Integritas
ego
d. Eliminasi
e. Makanan
atau cairan
f. Neurosensori
g. Nyeri atau kenyamanan
h. Pernafasan
i.
Keamanan
j.
Sexualitas
k. Penyuluhan
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
b.
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan
dengan dieresis osmotic
c.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya
obstruksi pembuluh darah.
d.
Resiko terjadi gangguan integritas
jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
e.
Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan
dengan rasa nyeri pada luka.
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Diagnosa no. 1
Gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Berat badan dan tinggi badan ideal.
2) Pasien mematuhi dietnya.
3) Kadar gula darah dalam batas normal.
4) Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi:
1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan
makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang
keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan
pengaturan diet yang adekuat.
2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet
yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet
dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3) Timbang berat badan setiap seminggu
sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan
berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan
diet ).
4) Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien
telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain
untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan
meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah
menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan
mencegah komplikasi.
b.
Diagnosa no. 2
Gangguan
keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic.
Tujuan
: kebutuhan cairan dapat terpenuhui.
kriteria
hasil :
1) Nadi perifer dapat diraba
2) turgor kulit dan pengisian kapiler
baik
3) kadar elektrolitdalam batas normal
Intervensi :
1) Pantau masukan dan pengeluaran,
catat berat jenis urine.
Rasional
: memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
2) Ukur berat badan setiap hari.
Rasional
: memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
3) Pertahankan untuk memberikan
cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.
Rasional
: mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.
c.
Diagnosa 3
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan
: mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria
Hasil :
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan
regular
2) Warna kulit sekitar luka tidak
pucat/sianosis
3) Kulit sekitar luka teraba hangat.
4) Oedema tidak terjadi dan luka tidak
bertambah parah.
5) Sensorik dan motorik membaik
intevensi:
1) Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi
Rasional
: dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang
dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional
: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3) Kerja sama dengan tim kesehatan lain
dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi
oksigen ( HBO ).
Rasional
: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
d.
Diagnosa 4
Resiko
terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan
: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria
hasil :
1) Berkurangnya oedema sekitar luka.
2) PUS dan jaringan berkurang
3) Adanya jaringan granulasi.
4) Bau busuk luka berkurang.
Intervensi:
1) Kaji luas dan keadaan luka serta
proses penyembuhan.
Rasional
: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar :
membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif,
angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional
: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti
biotik.
Rasional
: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan
kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
e.
Diagnosa 5
Gangguan
pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan
: Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria
Hasil :
1) Pergerakan paien bertambah luas
2) Pasien dapat melaksanakan aktivitas
sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3) Rasa nyeri berkurang.
4) Pasien dapat memenuhi kebutuhan
sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Intervensi:
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan
otot pada kaki pasien.
Rasional
: Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2) Beri penjelasan tentang pentingnya
melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional
: Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
3) Anjurkan pasien untuk
menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional
: Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4) Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya.
Rasional
: Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain
: dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional
: Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
C.
PELAKSANAAN
Pelaksanaan
adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik
dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang
meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
D.
EVALUASI
Evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
edisi 3 alih, Jakarta : EGC, 1999.
2. Marelli T.M, Buku Saku Dokumentasi
Keperawatan edisi 3, Jakarta : EGC, 2007
3. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare,
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8 Vol 2,
Jakarta : EGC, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar